Home » » Bang Amir, Selamat Tinggal Keraguan

Bang Amir, Selamat Tinggal Keraguan

Written By supriyono on 04 June 2009 | 6/04/2009 05:17:00 PM

Termenung bang Amir memikirkan langkah apa yang harus diambilnya. Perasaan tidak
tenang terpancar dari raut wajah bang Amir yang semakin tua. Di luar sana
terdengar hiruk pikuk antara dua keinginan dalam pemilihan pemimpin bangsa ini.
Dengan dasar-dasar yang kuat, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Tergantung dari mana mereka melihatnya. Dan tergantung perasaan dan pengalaman
mana yang lebih dominan di dalam dirinya.

Dengan argumentasi apa pun, dua kekuatan ini dipilih oleh orang-orang yang juga
mempunyai alasan yang mereka anggap lebih benar dan sohih. Terus apa sebenarnya
yang harus dilakukan oleh para pemilih ini untuk melakukan pilihan yang lebih
benar dan lebih sohih ? Bang Amir pun geleng-geleng kepala tidak menemukan
jawabannya.

Dalam lipatan fikiran-fikiran yang menghimpit kepala bang Amir, tiba-tiba muncul
bayangan percakapan Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan para sahabat setelah perang
Badar dalam menentukan nasib para tawanan. Haruskan mereka dibunuh semuanya ?
atau diampuni dengan membayar denda ?
Mereka pun mempunyai keyakinan masing-masing. Dalam perang Badar, argumen Umar
benar, tapi hasil syuro menentukan lain. Dan Umar pun selamat dari
langkah-langkah insilah yang akan melawan Rasulullah. Di sisi lain, Rasulullah
dan Abu Bakar pun tunduk kepada ketentuan Allah yang Maha Tinggi, dengan koreksi
Bang Amir membayangkan, seandainya dirinya hidup pada zaman itu. Argumen Umar
mungkin adalah yang akan dia dukung, sebagai balasan atas kesewenang-wenangan
orang-orang Qurais pada saat itu. Yang menjadi masalah adalah, apakah dirinya
akan mengikuti langkah Umar untuk mengikuti hasil syuro yang telah ditetapkan
oleh Nabi ? Ataukah akan melawan langkah-langkah Umar yang tunduk kepada
Rasulullah dan Abu Bakar. Oooo...wahai jiwa yang tenang, alangkah dahsyatnya
goncangan jiwa kaum muslimin pada saat itu, fikir bang Amir. Ketika ummat muslim
pada saat itu hilang persatuan langkah, senyum simpul kemenangan akan menghiasi
wajah Abdullah bin Ubay bin Salul.

Ataukah dirinya akan tunduk taat tidak berdaya sebagai gambaran wujud orang yang
tidak mempunyai pendapat di sekeliling orang-orang saat itu ?
Sedihnya hati ini, apabila sosok tubuh yang dianugerahi oleh Allah ini tidak
dapat menentukan sikap, hanya tunduk lesu menunggu perintah. Buat apa Allah
memberikan semua ini pada diriku, gumam bang Amir.
Duh ! Seandainya langkah Rasulullah pada saat itu ditentang oleh sebagian besar
sahabatnya, karena keputusannya yang tidak tepat, sudah pasti perjuangan Islam
pada saat itu akan semakin sulit. Luar biasa !!! Tidak salah, kalau Allah
mengampuni dosa-dosa para ahli badar masa lampau dan masa yang akan datang,
Allah ridho kepada mereka yang tetap tunduk kepada keputusan tertinggi pada saat
itu, walau pun sebelumnya hatinya masgul tak menentu.

Ketaatan dalam sebuah masalah, yang paling berat bukan pada saat kita paham dan
berilmu tentang masalah itu, justru ketaatan yang paling berat adalah ketika
kita tidak paham dan tidak berilmu tentang masalah itu. Manusia-manusia pilihan
ini saling erat memegang tali-tali yang kuat, untuk menguatkan barisan Islam
yang baru tumbuh di Madinah saat itu.
Terbayang kerinduan bang Amir dengan wajah-wajah mulia yang dijamin surga-Nya,
Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hamzah,...Sungguh ! mereka adalah manusia-manusia
pilihan....!! Yang menempatkan ketaatan sebagai bagian amal ibadah dalam
kehidupannya.

Terbujur lesu bang Amir di atas tempat duduknya ...
Barisan macam apa yang akan kita dapatkan, kalau seandainya aku tidak tunduk
kepada sang komandan ? Kalau barisan ini keliru dalam mengambil keputusan,
bukankah masih ada Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana yang akan meluruskan
setiap langkah-langkah dari para pemanjat doa di setiap pagi dan petang ini ?
Bukankah kekuatan doa pagi dan petang akan mengawal jalannya keputusan ini ?
Sejak kapan kita tidak percaya dengan doa-doa ini ? Mungkinkah Allah akan
membiarkan orang-orang yang mengucapkan bahwa Rabb kami adalah Allah, dan kami
beristiqomah di dalamnya dalam ketidak berdayaan ?

Wajah bang Amir tiba-tiba berdiri tegak, tersenyum dan membisikkan kata
perpisahan kepada keraguan.
Wahai wajah-wajah yang selalu berdoa di setiap pagi dan petang, bukankah kalian
mempunyai kemuliaan dengan dakwah ini ? bukankah Allah menguatkan barisan ini
dengan kekuatan doa-doamu itu ? Kalau mereka keliru, tidak percayakan akan
kekuatan pertolongan Allah dengan munajat harianmu ? Bukankah ukhuwah yang sudah
kita pupuk subur dengan doa-doa munajat ini sudah sedekian lama tumbuh dalam
pribadi-pribadi ketaqwaaan ? Akankah kita buang kemulian-kemulian ini, sedangkan
perbedaan kita adalah karena kelemahan diri kita masing-masing ? Sejak kapan
anggota barisan dakwah ini hanya berpegang kepada pendapat pribadi-pribadi ?
Bukankah di sana, Majlis Syuro yang mulia, ada orang-orang yang ikhlas berjuang
mengawal tapak langkah dakwah ini, yang telah mengambil keputusan buat kita
semuanya ? Masihkan keraguan menyelimuti di setiap relung hati kita ?

Dalam akhir munajatnya di malam yang sepi hari itu, bang Amir memanjatkan doa,
agar hati-hati ummat ini menjadi terikat dengan kuat dalam satu langkah barisan
yang diridhoi-Nya. Dalam langkah waktu yang sunyi, sepi dan malam, bang Amir
menetaskan air mata di tengah-tengah harapannya. Terbayang dengan
saudara-saudaranya yang berlari-lari kecil berjuang dalam peristiwa Sa'i, dari
Marwah ke Sofa.
Mereka selalu ikhlas untuk memanjatkan doa persatuan ummat ini untuk
saudara-saudaranya di tanah air, "Robbanagh-fir-lana wali-ikhwaninal-lazina
sabaquna bil-iman, wala taj'al fii qulubina ghil-lal lil-lazina aa-manu, Robbana
innaka ro-ufur- rohiim." Amin.

Martinez, USA
Jumadil Akhir 8, 1430H

Yusuf

Share this article :

0 comments:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | PKS PIYUNGAN
Copyright © 2011. PKS SUKARAJA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger